Opini Oleh
Muhamad Zen
Kisruh di tubuh RSUD Depati Hamzah Kota Pangkalpinang terus berlanjut. Penetapan dr. Surya Hafidiansyah sebagai tersangka dalam kasus ujaran kebencian menimbulkan pro dan kontra yang semakin ramai diperbincangkan di media sosial maupun platform pemberitaan di Bangka Belitung.
Sejumlah pihak, termasuk masyarakat dan anggota DPRD Provinsi Bangka Belitung, turut memberikan komentar. Salah satunya adalah Rina Tarol, yang mempertanyakan kinerja kepolisian dalam menangani kasus ini. Menurutnya, dr. Surya telah ditetapkan sebagai tersangka, sementara laporan dugaan malpraktik yang diajukan oleh orang tua Aldo hingga kini belum menemui kejelasan.
Sebagai warga Kota Pangkalpinang, saya mencoba memberikan pandangan mengenai persoalan ini, bukan sebagai ahli, tetapi sebagai bagian dari masyarakat yang ingin melihat masalah ini secara objektif.
Dari sudut pandang saya, polemik ini jelas tidak menguntungkan dunia kesehatan di Kota Pangkalpinang. Salah satu dampak seriusnya adalah potensi terhentinya bantuan alat kesehatan dari pemerintah pusat akibat kisruh yang terjadi.
Perlu diketahui bahwa selain bertugas di RSUP, dr. Surya juga merupakan dokter spesialis jantung di RSUD Depati Hamzah. Namun, isu yang berkembang di balik kasus ini justru mengarah pada narasi bahwa dr. Surya adalah korban karena membongkar dugaan korupsi di RSUD Depati Hamzah.
Jika memang dr. Surya menemukan indikasi korupsi dalam pengadaan alat kesehatan Cath Lab, langkah yang seharusnya diambil adalah membuat laporan resmi kepada aparat penegak hukum (APH), bukan dengan menyebarkan ujaran kebencian di media sosial.
Polemik ini justru merugikan Pemerintah Kota Pangkalpinang. Jika terus berlanjut, Kementerian Kesehatan bisa saja enggan memberikan bantuan alat kesehatan ke kota ini. Padahal, sebagai ibu kota provinsi, Pangkalpinang seharusnya memiliki fasilitas kesehatan yang lengkap.
Dalam konteks ini, pengadaan alat Cath Lab di RSUD Depati Hamzah seharusnya dilihat sebagai langkah positif, bukan malah dianggap sebagai saingan bagi rumah sakit lain. Jika alat tersebut tersedia di lebih dari satu rumah sakit, tentu akan lebih menguntungkan masyarakat. Selain itu, idealnya lebih dari satu dokter memiliki kemampuan mengoperasikan alat tersebut, sehingga pelayanan medis tetap berjalan meskipun ada dokter yang berhalangan.
Sebagai langkah strategis, RSUD Depati Hamzah telah mengirimkan dr. Bayu untuk mengikuti pelatihan di Tiongkok agar dapat mengoperasikan alat Cath Lab. Namun, upaya ini justru mendapat penolakan dari dr. Surya, seolah hanya dirinya yang berhak mengoperasikan alat tersebut.
Polemik ini bukan hanya tentang ujaran kebencian, tetapi juga menyangkut kepentingan yang lebih besar, baik bagi dunia kesehatan maupun kebijakan pemerintah dalam meningkatkan fasilitas layanan medis. Jangan sampai kepentingan pribadi atau kelompok menghambat kemajuan sektor kesehatan di Kota Pangkalpinang.
Di sisi lain, kita juga tidak boleh mengabaikan laporan dugaan malpraktik di RSUD Depati Hamzah yang telah diajukan masyarakat dan kini ditangani pihak kepolisian. Hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai laporan tersebut. Bahkan, salah satu anggota DPRD Babel menuding bahwa kepolisian bergerak cepat dalam menangani kasus ujaran kebencian, sementara laporan dugaan malpraktik terkesan jalan di tempat.
Namun, perlu kita pahami bersama bahwa dalam kasus dugaan malpraktik, pihak kepolisian tidak bisa serta-merta menetapkan seseorang sebagai tersangka. Diperlukan keterangan ahli dari bidang kesehatan untuk menentukan apakah tindakan yang dilakukan masuk dalam pelanggaran kode etik kedokteran atau tidak. Oleh karena itu, sebaiknya kita menunggu hasil investigasi dari tim Kementerian Kesehatan untuk mendapatkan kepastian yang lebih objektif dan adil.
Jika ada dugaan korupsi, selayaknya diproses melalui jalur hukum yang benar. Dan jika ada kebutuhan peningkatan layanan kesehatan, sebaiknya diupayakan melalui kebijakan yang transparan dan kolaboratif, bukan melalui konflik berkepanjangan.